hitungan tanggal jadian

hitungan tanggal jadian,erek nenek moyang,hitungan tanggal jadian

  • Pasar keuangan Tanah Air beragam pada perdagangan kemarin, di mana IHSG dan SBN bergairah, namun sayangnya rupiah menjadi yang terburuk di Asia-Pasifik.
  • Wall Street kompak menguat di tengah meredanya kekhawatiran mengenai perekonomian AS
  • Hari ini  pasar akan memantau rilis data inflasi PCE, data final ekonomi AS pada kuartal II-2024, dan pernyataan Powell terkait arah suku bunga acuan ke depannya.

Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar keuangan Tanah Air terpantau beragam pada perdagangan Kamis (26/9/2024) kemarin, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik tipis, sedangkan Surat Berharga Negara (SBN) kembali mengalami kenaikan imbal hasil (yield), dan sayangnya rupiah terdepresiasi.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih volatile menunggu data inflasi konsumen pribadi AS (PCE). Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG pada perdagangan kemarin ditutupn aik tipis 0,05% ke posisi 7.744,52. Dalam dua hari terakhir hingga kemarin, IHSG sejatinya bergerak di rentang level psikologis 7.600-7.700.

Pada awal sesi I, IHSG dalam dua hari terakhir selalu terkoreksi ke 7.600-an. Namun menjelang penutupan perdagangan, IHSG berhasil rebounddan pada akhirnya kembali ke level 7.700-an.

Nilai transaksi IHSG pada kemarin mencapai sekitar Rp 17,8 triliun dengan melibatkan 22,6 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Sebanyak281saham naik,310 saham terkoreksi, dan 211 saham stabil.

Secara sektoral, sektor properti menjadi penyokong utama yakni sebesar 2,01%. Sedangkan dari sisi saham, emiten energi baru dan terbarukan (EBT) milik konglomerat Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi penyokong utama yakni mencapai 12,3 indeks poin.

Investor asing kembali melepas saham-saham di RI, terlihat penjualan bersih (net sell) asing makin membesar yakni mencapai Rp 2,27 triliun di seluruh pasar dengan rincian sebesar Rp 2,53 triliun di pasar reguler, tetapi di pasar tunai dan negosiasi asing kembali mencatatkan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 261,06 miliar.

Sementara itu di Asia-Pasifik, mayoritas bursa sahamnya terpantau sumringah. Kecuali indeks Straits Times Singapura, FTSE KLCI Malaysia, dan yang koreksinya paling parah yakni SET Thailand.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Kamis kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin berbalik melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di posisi Rp 15.160/US$ di pasar spot, terkoreksi 0,43%.

Sementara di Asia, mata uangnya juga secara mayoritas menguat, dengan baht Thailan menjadi yang paling kencang yakni melonjak 0,89%. Sayangnya, rupiah menjadi yang terburuk di Asia-Pasifik pada perdagangan kemarin.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang Asia pada perdagangan Kamis kemarin.

Adapun di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin kembali melemah, terlihat dari imbali hasil (yield) yang kembali naik.

Melansir data dari Refinitiv, yieldSBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau naik 2,8 basis poin (bps) menjadi 6,47%.

Yieldberlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yieldmenunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yieldnaik, maka tandanya investor sedang melepas SBN.

Rupiah yang menjadi terburuk di Asia-Pasifik kemarin karena dipicu oleh sentimen dari Amerika Serikat, yang tengah menantikan rilis data final pertumbuhan ekonomi (PDB) kuartal II-2024.

Konsensus pasar memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan meningkat signifikan, dari 1,4% menjadi 3%. Proyeksi ini mengindikasikan keberhasilan para pembuat kebijakan AS dalam mengendalikan inflasi tanpa memicu resesi.

Kondisi ini mendorong spekulasi bahwa bank sentral AS (The Fed) tidak akan segera menurunkan suku bunga, membuat pelaku pasar mengambil posisi lebih berhati-hati terhadap aset-aset berisiko, termasuk mata uang di negara berkembang seperti rupiah.

Selain itu, pidato Ketua The Fed, Jerome Powell, dan beberapa pejabat tinggi lainnya turut menjadi fokus pasar global. Powell diperkirakan akan memberikan isyarat terkait arah kebijakan suku bunga di masa depan.

Jika sinyal tersebut mengindikasikan suku bunga akan tetap tinggi lebih lama, maka hal ini akan semakin memperkuat posisi dolar AS dan berujung pada tekanan terhadap mata uang Garuda.

Alhasil, investor cenderung mengalihkan modal dari negara-negara berkembang, yang berujung pada pelemahan rupiah.

Baca:
Yang Pegang Dolar Waspada: Rupiah Bakal Ngamuk Lagi

Dukungan terhadap penguatan ekonomi AS juga didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah, yang diperkirakan akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 2,7% pada tahun ini.

Optimisme ini membuat aset dalam bentuk dolar AS semakin diminati oleh investor global, sehingga meningkatkan tekanan terhadap rupiah.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) harus terus memantau perkembangan ini guna menjaga stabilitas nilai tukar dan mencegah dampak negatif yang lebih dalam terhadap perekonomian domestik.

Jika rupiah makin merana, maka juga akan berdampak kepada pergerakan IHSG. Hal ini karena saham-saham yang rentan terhadap pergerakan rupiah, utamanya perbankan akan cenderung terbebani.

Apalagi, sektor perbankan raksasa di Indonesia masih menjadi penyokong utama IHSG, sehingga koreksi perbankan tentunya akan membebani IHSG.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup kembali bergairah pada perdagangan Kamis kemarin atau Jumat dini hari waktu Indonesia di tengah klaim pengangguran AS terbaru yang kuat membuat meredakan kekhawatiran investor akan pasar tenaga kerja pun mereda.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) terpantau menguat 0,62% ke posisi 42.175,109, S&P 500 bertambah 0,4% ke 5.745,37, dan Nasdaq Composite terapresiasi 0,6% menjadi 18.190,289.

 

Kenaikan Wall Street terutama indeks S&P 500 terjadi ditopang oleh kenaikan saham Micron Technology yang ditutup melonjak hingga 15,78%, setelah emiten pembuat chip memori itu memproyeksikan pendapatan kuartal pertama di atas ekspektasi, menyoroti permintaan yang kuat untuk chip memori yang digunakan dalam komputasi kecerdasan buatan.

Serangkaian data ekonomi AS yang kuat meredakan kekhawatiran dan mengurangi prediksi bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mungkin dapat memangkas suku bunga secara agresif untuk mengekang perlambatan.

Ekonomi AS tumbuh pada kecepatan tahunan hingga 3% pada kuartal II-2024, lebih cepat dari yang diperkirakan oleh Wall Street, meski data final tidak jauh berbeda dengan data perkiraan kedua.

Para ekonom memperkirakan pembacaan menunjukkan pertumbuhan tahunan sebesar 2,9%. Estimasi ketiga untuk PDB kuartal kedua menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari sebelumnya yang tumbuh 1,4% pada kuartal I-2024.

Baca:
Pasar Sedikit Lega, Wall Street Dibuka Kembali Sumringah

"(Angka PDB) itu hanya memperkuat latar belakang pertumbuhan ekonomi kuat yang telah kita lihat," kata Mike Dickson, kepala penelitian di Horizon Investments di Charlotte, North Carolina, dikutip dariReuters.

Secara terpisah, data dari Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan ada 218.000 klaim pengangguran diajukan pada minggu yang berakhir pada tanggal 21 September, lebih rendah dari ekspektasi Wall Street sebesar 223.000. Ini menandai tingkat klaim mingguan terendah sejak pertengahan Mei lalu.

Rilis data tersebut muncul seminggu setelah The Fed memangkas suku bunga hingga setengah poin persentase atau 50 basis poin (bps) dalam upaya untuk mempertahankan apa yang digambarkan oleh Ketua The Fed, Jerome Powell sebagai ekonomi dalam "kondisi baik."

"Ekonomi tumbuh dengan kecepatan yang solid. Inflasi menurun," kata Powell pada tanggal 18 September setelah keputusan pemangkasan suku bunga.

"Pasar tenaga kerja berada di posisi yang kuat. Kami ingin mempertahankannya di sana. Itulah yang kami lakukan (dengan memangkas suku bunga)," tambah Powell saat itu.

Di lain sisi, semalam, Gubernur The Fed Adriana Kugler mengatakan bahwa dia "sangat mendukung" keputusan The Fed untuk memulai pelonggaran kebijakan moneter pekan lalu.

Investor telah berfluktuasi antara pemotongan 25 dan 50 basis poin (bps) sejak The Fed memulai siklus pelonggarannya, dengan taruhan yang mendukung pemotongan yang lebih besar sekarang, naik dari 38,8% dari seminggu yang lalu, berdasarkan perangkat FedWatch dari CME Group.

Pada hari ini, pelaku pasar perlu mencermati beberapa sentimen, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Sentimen pasar dalam dua hari terakhir tertuju ke stimulus ekonomi China. Stimulus jumbo sempat mebuat IHSG jeblok tetapi sudah ke arah positif. Sebaliknya, mata uang rupiah masih tersungkur.

Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, kepadaCNBC Indonesiamengatakan pasar semula terlalu euforia melihat stimulus dari China. Namun, pada awal pengumuman stimulus, bursa saham RI justru rontok. Dengan adasanya stimulus, pasar saham Tiongkok kini bisa menjadi menarik dengan adanya stimulus sehingga investor asing dapat berpindah ke bursa saham China.
Namun, badai dari China sudah sedikit mereda dan bursa saham Indonesia mulai bangkit meskipun rupiah masih tertekan.

Setelah gonjang ganjing akibat China, pelaku pasar kini mengarahkan mata ke AS, terutama terkait dengan rilis data final produk domestik bruto (PDB) AS periode kuartal II-2024 yang sama seperti data perkiraan kedua.

Selain itu, ada sentimen rilis data klaim pengangguran mingguan AS, pidato para pejabat The Fed terkait arah kebijakan suku bunga ke depannya, dan rilis data inflasi PCE.

Sentimen pasar dalam dua hari terakhir tertuju ke 

Berikut sentimen pasar yang perlu dicermati oleh pelaku pasar pada hari ini:

Saham Bank Mulai Bangkit?

Pada perdagangan kemarin, saham-saham perbankan raksasa tampaknya mulai membaik, di mana beberapa sudah ada yang berhasil rebound.
Dari lima saham perbankan raksasa, ada satu saham yang ditutup menghijau kemarin yakni saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) yang ditutup melesat 0,98% ke posisi Rp 3.100/unit.

Namun, secara mayoritas saham perbankan raksasa masih terkoreksi kemarin, di mana saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) masih menjadi yang terparah koreksinya yakni ambles 5,16% menjadi Rp 5.050/unit kemarin.
Diketahui, investor asing masih mencatatkan net sell di beberapa saham perbankan raksasa. Saham BBRI menjadi yang paling banyak dilepas asing kemarin yakni mencapai Rp 2,8 triliun.

Saham perbankan yang masih lesu terjadi karena investor cenderung masih melakukan aksi profit taking di saham-saham perbankan, mengingat harganya yang sudah mengalami kenaikan signifikan hampir sebulan terakhir.Sebelumnya, saham perbankan makin bergairah setelah dipangkasnya suku bunga acuan BI dan The Fed. Pasalnya, dengan tingkat suku bunga yang relatif rendah dapat mendorong daya beli masyarakat, meningkatkan konsumsi sehingga bisa mendorong kredit dan meningkatkan ketertarikan investor atas aset yang lebih berisiko seperti saham.


BI pada pekan lalu memutuskan untuk memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,00%. Bahkan, BI ke depan masih berpotensi memangkas suku bunga acuannya jika kondisi ekonomi dan rupiah semakin membaik.

Begitu juga dengan The Fed, di mana suku bunga acuannya resmi dipangkas sebesar 50 bps menjadi 4,75%-5%. The Fed juga diprediksi masih akan memangkas suku bunga acuannya pada pertemuan berikutnya, dengan catatan inflasi dan tenaga kerja semakin mendingin.

Ekonomi AS Pada Kuartal II-2024 Tumbuh 3%.

Perekonomian AS berkembang lebih cepat dari perkiraan semula untuk tahun-tahun antara 2021 dan 2023, menurut pembaruan data tahunan pemerintah yang dirilis Kamis kemarin.

Kinerja negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini menjadi faktor kunci bagi para pemilih ketika AS bersiap untuk pemilihan presiden pada November mendatang.

Para pemilih telah merasakan dampak dari tingginya biaya hidup dalam beberapa tahun terakhir bahkan ketika inflasi telah mereda. Hal ini dapat mempengaruhi cara mereka menilai pemerintahan Partai Demokrat saat ini ketika mereka menuju tempat pemungutan suara.

Baca:
Rupiah Paling Hancur Lebur di Asia, China & Korea Tertawa

Departemen Perdagangan AS mengumumkan PDB tumbuh sebesar 2,9% pada 2023, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,5%. Departemen itu menambahkan, pertumbuhan pada 2022 juga direvisi naik dari 1,9% menjadi 2,5%.

Kedua perubahan tersebut terutama mencerminkan revisi naik terhadap belanja konsumen dan investasi bisnis. Belanja konsumen yang lebih baik dari perkiraan berarti pertumbuhan PDB juga direvisi sedikit naik untuk 2021, sementara penurunan PDB pada 2020 tidak berubah.

Namun, kata Departemen Perdagangan, gambaran ekonomi yang lebih luas masih "sedikit berubah" dari perkiraan sebelumnya.

Sementara itu, laporan terpisah pemerintah yang dirilis pada Kamis kemarin menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB pada kuartal kedua tahun ini tidak berubah, yaitu tetap pada 3% secara tahunan, atau sama seperti data PDB perkiraan kedua.

Namun, laju pertumbuhan PDB AS untuk kuartal pertama direvisi sedikit lebih tinggi menjadi 1,6%, berdasarkan data dari Departemen Perdagangan AS.

 Klaim Pengangguran AS Sentuh Terendah Sejak 4 Bulan Terakhir.

Klaim tunjangan pengangguran di AS turun ke level terendah dalam empat bulan terakhir, meskipun terjadi perlambatan dalam perekrutan. Data ini menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja tetap tangguh meski ada tanda-tanda perlambatan ekonomi.

Menurut data Departemen Tenaga Kerja AS yang dirilis semalam waktu Indonesia, klaim awal tunjangan pengangguran turun sebesar 4.000 menjadi 218.000 untuk pekan yang berakhir pada 21 September. Angka ini lebih baik dari perkiraan median para ekonom yang memproyeksikan 223.000 klaim.

Klaim berkelanjutan, yang mewakili jumlah orang yang terus menerima tunjangan, naik menjadi 1,83 juta untuk pekan yang berakhir pada 14 September. Meskipun terjadi kenaikan, angka ini masih di bawah level yang tercatat antara Juni dan Agustus lalu.

Baca:
IHSG Galau Parah, 2 Saham Bank Raksasa Masih Bebanin

Rata-rata klaim selama empat minggu, yang mengurangi volatilitas mingguan, juga mengalami penurunan menjadi 224.750, terendah sejak Juni.

Klaim pengangguran tetap rendah dalam beberapa bulan terakhir, meskipun tingkat pengangguran sedikit meningkat dan pertumbuhan lapangan kerja melambat. Para ekonom menyebut hal ini terjadi karena pekerja yang layak mendapatkan tunjangan tersebut tidak kehilangan pekerjaan mereka.

Meski angka klaim mingguan tetap rendah, beberapa perusahaan besar telah mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam bulan ini.

Paramount Global baru saja melakukan gelombang PHK kedua pada Selasa lalu, sementara General Motors Co minggu lalu menyatakan akan memberhentikan dua pertiga pekerja di pabrik perakitan di Kansas hingga pertengahan 2025.

Jika gelombang PHK meningkat dalam beberapa bulan mendatang, para pejabat The Fed mungkin mempertimbangkan untuk menurunkan suku bunga lebih cepat daripada yang direncanakan saat ini.

 Rilis Data Inflasi PCE

Pasar akan menanti rilis data indeks pengeluaran dan konsumsi pribadi (personal consumption expenditure/PCE) atau inflasi AS periode Agustus 2024.

Konsensus pasar di Trading Economicsmemperkirakan inflasi PCE AS pada bulan lalu akan kembali menurun menjadi 2,4% (year-on-year/yoy). Sementara itu, secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi PCE AS diprediksi tidak banyak berubah dari periode Juli lalu di 0,2%.

Data ini juga akan dipantau ketat mengingat akan mempengaruhi sikap The Fed dalam kebijakan suku bunga acuan berikutnya. Jika inflasi PCE melandai, maka hal ini mengikuti penurunan inflasi utama AS pada Agustus lalu yang makin dekati target The Fed 2%.

 

Pidato Pejabat The Fed

Para pejabat Federal Reserve berbicara tentang kebijakan moneter dan prospek ekonomi pada berbagai acara yang dijadwalkan.

Adapun semalam, beberapa pejabat The Fed yang akan memberikan pidatonya yakni The Fed Boston Susan M. Collins, Gubernur The Fed Adriana D. Kugler, Presiden The Fed New York John C. Williams, dan Wakil Gubernur The Fed Michael S. Barr.

Sejatinya, Ketua The Fed, Jerome Powell semalam juga memberikan pidatonya melalui rekaman. Namun karena pidato Powell tidak berkaitan dengan kebijakan moneter, maka pergerakan pasar saham AS tidak terlalu terpengaruh dengan pidato Powell semalam.

Beberapa pembuat kebijakan ini tidak memberikan pernyataan yang layak disebutkan, tetapi yang lain melakukannya.

Gubernur The Fed Michelle Bowman, yang tidak setuju dengan keputusan The Fed untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 bps, mengatakan bahwa ia lebih suka "kalibrasi ulang kebijakan yang lebih terukur" dan bahwa ia terus melihat "risiko yang lebih besar" terhadap stabilitas harga.

Saat ini, pasar memperkirakan bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga lebih lanjut sebesar 75 bps secara kolektif dalam dua pertemuan yang tersisa, berdasarkan perangkat CME FedWatch.

Perangkat tersebut juga menunjukkan bahwa kemungkinan The Fed mengumumkan pemotongan suku bunga kedua berturut-turut sebesar 50 bps pada November telah meningkat menjadi 61%, dari sebelumnya mencapai 39% seminggu yang lalu.

Komentar terbaru dari para pembuat kebijakan The Fed mengindikasikan bahwa mereka khawatir akan memburuknya kondisi pasar tenaga kerja.

Dari 12 anggota yang dipimpin Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), hanya Gubernur Fed Michelle Bowman yang mendukung dimulainya siklus pemotongan suku bunga secara bertahap dengan pemotongan suku bunga sebesar 25 bps pada pekan lalu.



Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Pidato The Fed Kahkari (00:00 WIB),
  2. Rilis data indeks keyakinan konsumen Korea Selatan periode September 2024 (04:00 WIB),
  3. Rilis data sentimen ekonomi Uni Eropa periode September 2024 (16:00 WIB),
  4. Rilis data indeks harga pengeluaran pribadi (PCE) Amerika Serikat periode Agustus 2024 (19:30 WIB)
  5. Rilis data sentimen konsumen Michigan Amerika Serikat periode September 2024 (21:00 WIB)

 

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bank Permata Tbk (09:30 WIB),
  2. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bank Maybank Indonesia Tbk (10:00 WIB),
  3. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT RMK Energy Tbk (10:00 WIB),
  4. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Panca Anugrah Wisesa Tbk (14:00 WIB).

 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Next Page Wall Street Sumringah Lagi
Pages Next

Previous article:prediksi angka keramat sidney

Next article:wifi toto link alternatif