gambar suasana sedih

gambar suasana sedih,epik win 138,gambar suasana sedih

Jakarta, CNBC Indonesia - Layanan uji DNA untuk memproyeksikan potensi gangguan kesehatan atau untuk mengetahui garis keturunan hingga nenek moyang makin banyak bermunculan. Sebelum ikut tren, warga RI harus tahu risiko yang ada jika menyerahkan DNA ke startup atau klinik kesehatan.

Tren uji DNA sudah lebih dulu terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat. Berawal dari startup, perusahaan raksasa 23anMe, Veritas Genetics, hingga Ancestry kini sudah menjadi raksasa dengan jutaan konsumen.

Namun, CNBC International menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan itu kini dalam penyelidikan lembaga federal AS. Komisi Perdagangan Federal AS (FTC) mengusut kebijakan internal perusahaan dalam pengelolaan data pribadi dan genetik serta kerja sama mereka dengan pihak lain.

"Kunci soal data genetika adalah, data tersebut unik hanya ada pada Anda. Data itu adalah identitas Anda. Sebelum Anda ingin percaya kepada perusahaan tertentu, Anda harus tahu konsekuensinya," kata Jennifer King dari Stanford Law School's Center for Internet and Society.

Baca:
Peneliti Ungkap Lokasi Kawin Silang Nenek Moyang Manusia

Lewat wawancara dengan konsumen, King menyimpulkan bahwa masih banyak pengguna yang tidak paham soal risiko tersebut.

Berikut adalah 5 risiko terbesar jika Anda menyerahkan DNA ke perusahaan:

1. Hacking

Perusahaan penyedia layanan tes DNA adalah salah satu yang sering diberitakan menjadi sasaran hacker. Misalnya, lebih dari 92 juta akun dari perusahaan uji garis keturunan MyHeritage ditemukan di server milik orang lain.

Bahaya serangan hacker memang ada pada hampir seluruh bisnis yang hadir secara online. Namun, tidak seperti perusahaan lain, perusahaan uji DNA memiliki informasi yang sangat spesifik dan unik soal penggunanya.

2. DNA digunakan orang lain cari cuan

Mayoritas konsumen perusahaan layanan uji DNA mengizinkan informasi soal DNA mereka dibagikan ke "mitra riset." Hampir semua perusahaan uji DNA memiliki kebijakan untuk tidak membagikan data ke pihak ketiga tanpa izin. Namun, faktanya 80 persen konsumen 23andMe memilih untuk memberikan izin.

Konsumen sepertinya berpikir izin yang mereka berikan adalah bentuk dari tindakan luhur. Jika DNA mereka bisa digunakan untuk membantu menemukan obat untuk penyakit tertentu, mereka ingin turut berperan. Namun, hal ini berarti bahwa perusahaan farmasi bisa membuat obat berdasarkan DNA Anda.

"Orang-orang berpikir mereka membantu dunia dan masyarakat. Namun, DNA Anda digunakan untuk mengembangkan obat untuk perusahaan farmasi, tanpa ada batasan apa yang bisa mereka lakukan. Bisa saja obat mereka menghasilkan laba besar tetapi tidak benar-benar membantu dunia," kata King.

Baca:
Waktu Jokowi Tinggal Sebulan, Awas Jangan Langgar Undang-Undang

3. Hukum pelindungan data genetika kurang luas

Di Amerika Serikat, data genetika dilindungi oleh Genetic Information Non-discrimination Act alias GINA. Di Indonesia, aturan soal data genetika diatur oleh Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi.

UU PDP memang menetapkan aturan yang lebih ketat dari GINA dan berlaku universal karena diadopsi dari regulasi di Eropa. Permasalahannya, sampai saat ini belum ada lembaga yang berwenang memaksakan UU PDP. Tanpa lembaga PDP, sanksi yang tertera di UU tersebut tidak bisa dijatuhkan sehingga rawan pelanggaran.

4. Data DNA bisa diakses penegak hukum

Pelajaran dari Amerika Serikat adalah informasi DNA yang tersimpan di layanan uji DNA bisa diminta oleh penegak hukum tanpa sepengetahuan pemiliknya. Risiko ini muncul karena informasi DNA menggambarkan hubungan darah hingga saudara terjauh.

Artinya, informasi soal diri Anda bisa diperoleh lewat DNA yang dikirim oleh sepupu jauh yang mungkin tidak pernah Anda temui sebelumnya.

Selain itu, praktik yang berlaku saat ini adalah layanan uji DNA berkomitmen untuk membuat informasi soal DNA tidak bisa dikaitkan dengan pemiliknya saat tersimpan atau dibagikan ke pihak lain. Kenyataan yang terjadi di AS adalah proses itu bisa dengan mudah "diputar-balik."

5. Syarat dan ketentuan bisa berubah

Konsekuensi juga muncul dari perubahan di dalam perusahaan, mulai dari kebijakan hingga model bisnis. Contohnya saat sebuah perusahaan bangkrut atau dicaplok oleh pihak lain. Syarat, ketentuan, hingga kebijakan mereka soal DNA yang disimpan bisa saja dirombak.

"Tidak ada batas apa yang bisa dilakukan perusahaan-perusahaan ini. Mereka cukup menyatakan di kebijakan pelindungan data pribadi mereka, dan bisa mereka ubah kapan pun," kata King.


(dem/dem) Saksikan video di bawah ini:

Video: Teknologi Diagnosis Penyakit Bikin Pasien RI Tak Perlu ke LN

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">

Previous article:kode alam 37

Next article:88new1com