mesin 2gd

  • 2024-10-08 02:18:53 Source:mesin 2gd

    Browse(123)

mesin 2gd,ikan mas erek erek,mesin 2gdJakarta, CNN Indonesia--

Wacana pemerintah menerapkan asuransiwajib kendaraan bermotorberupa tanggung jawab hukum pihak ketiga (third party liability/TPL) menuai pro dan kontra.

Sebab, skema pemungutan premi beserta besarannya masih belum jelas.

TPL sendiri merupakan produk asuransi yang memberikan ganti rugi terhadap pihak ketiga yang secara langsung disebabkan oleh kendaraan bermotor yang dipertanggungkan, sebagai akibat risiko yang dijamin di dalam polis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pemerintah juga dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk ikut serta dalam Program Asuransi Wajib sebagaimana dimaksud," demikian bunyi Pasal 39A ayat (2).

Selanjutnya, pada bagian penjelasan, Program Asuransi Wajib di antaranya mencakup asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga terkait kecelakaan lalu lintas alias TPL, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.

Pemerintah juga dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk membayar premi atau kontribusi keikutsertaan. Ini sebagai salah satu sumber pendanaan Program Asuransi Wajib.

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Program Asuransi Wajib akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) setelah mendapatkan persetujuan dari DPR.

Karenanya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan aturan turunan dari UU PPSK tersebut. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan dalam persiapan aturan turunan UU P2SK itu, tentu diperlukan kajian mendalam terlebih dahulu mengenai program asuransi wajib yang dibutuhkan.

Setelah PP diterbitkan, OJK baru akan menyusun peraturan implementasi terhadap program asuransi wajib tersebut.

Ia mengatakan program asuransi wajib TPL terkait kecelakaan lalu lintas dimaksudkan untuk memberikan perlindungan finansial yang lebih baik kepada masyarakat karena akan mengurangi beban yang harus ditanggung oleh pemilik kendaraan jika terjadi kecelakaan. Kemudian akan membentuk perilaku berkendara yang lebih baik.⁠

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengusulkan skema pemungutan premi asuransi TPL disatukan dengan pembayaran pajak kendaraan.

Hal itu bisa dilakukan agar semua ekosistem seperti pemerintah daerah hingga Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri bisa bekerja.

[Gambas:Video CNN]

"Kami berpikirnya nanti mengusulkannya kemungkinan seperti itu supaya lebih memudahkan," kata Budi di Jakarta, Senin (22/7).

Pasalnya, ia yakin masyarakat selalu taat bayar pajak. Budi mencontohkan kalau pajak kendaraan naik, mau tidak mau masyarakat bakal tetap membayar.

Lantas bagaimana pandangan masyarakat soal rencana itu?

Dian (33), seorang pemilik motor, secara pribadi kurang setuju dengan rencana kewajiban asuransi untuk kendaraan mulai dibebankan Januari 2025 mendatang. Apalagi, jika sampai digabung dengan pajak kendaraan.

Ia memberi paham bahwa pajak dan iuran asuransi itu dua hal yang berbeda dan tidak bisa asal digabungkan.

"Kedua, asuransi itu menurutku lebih baik menjadi hal yang opsional alih-alih kewajiban," ujar dia kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/7).

Justru, tambahnya, yang harus dilakukan pemerintah dan asosiasi serta pelaku industri adalah meningkatkan literasi dan inklusi mengenai asuransi kendaraan melalui berbagai cara.

Misalnya, pemberian asuransi kendaraan yang menyertai setiap pembelian motor/mobil baru untuk jangka waktu tertentu, dua tahun pertama contohnya.

Dian juga menyarankan pemerintah dapat juga memberi paket perlindungan yang terjangkau waktu dan biayanya.

Lihat Juga :
Alasan Wajib Pajak Boleh Tak Lapor SPT Lagi

Senada, pemilik mobil bernama Hilmy (29) menyatakan tidak setuju dengan adanya kebijakan kendaraan wajib asuransi. Ia mempertanyakan apa yang mendorong pemerintah untuk mewajibkan asuransi serta urgensinya.

"Kategori kendaraan seperti apa yang diwajibkan asuransi belum jelas. Premi yang harus dibayar berapa? Yang ada hanya menambah beban masyarakat.. Saya rasa amdalnya harus jelas dulu," ucap dia.

Pria itu mengaku sudah mencicil mobilnya selama dua tahun. Ia pun mengaku tertib membayar pajak kendaraannya. Besarannya mencapai Rp1,6 juta per tahun. Namun memang mobilnya tak memiliki asuransi.

Jika memang premi asuransi kendaraan tetap dipungut per Januari 2025 mendatang, ia berharap besarannya cukup 50 persen diambil dari pajak tahunan setiap kendaraan.

"Jadi tidak menambah biaya lagi," imbuhnya.

Berbeda dengan Dian dan Hilmy, pemilik mobil bernama Sarah (29) merasa tak keberatan jika harus membayar premi asuransi kendaraan. Pasalnya, kebetulan mobilnya belum memiliki asuransi mobil.

Lihat Juga :
Akhirnya, Air Mulai Mengalir ke IKN Nusantara

Namun, ia menegaskan pemerintah harus jelas memberlakukan sistem premi asuransi untuk diklaim peserta nantinya.

"Tapi masalahnya udah trust issue sama pemerintah nih. Kalau nanti jelas sistemnya bagaimana buat ngeklaimnya, T&C-nya jelas ya enggak apa-apa banget," kata Sarah.

"Pokoknya jangan sampai udah wajib terus bukannya mempermudah malah mempersulit hidup," imbuhnya lebih lanjut.

Ia meminta pemerintah memberikan kejelasan akan memungut premi asuransi per bulan atau per tahun. Namun ia khawatir pemungutan premi per tahun dan digabung dengan pajak kendaraan akan membuat besarannya semakin bengkak dan menyusahkan.

Sarah menyarankan pengenaan premi asuransi kendaraan lebih baik per bulan agar peserta tidak kaget. Besarannya pun ia sarankan di kisaran Rp100 ribu-Rp200 ribu saja.

Lihat Juga :
Menteri Basuki: Air di IKN Bisa Langsung Diminum
(del/agt)

Previous article:no togel kelelawar masuk rumah

Next article:situs nobar bola gratis