esha toto login

esha toto login,demo slot pragmatic santa great gift,esha toto loginJakarta, CNN Indonesia--

Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva menyindir lagi Elon Musk, pemilik media sosial X atau Twitter. Ia menyebut dunia tidak harus menerima ideologi kebebasan dari Musk hanya karena kekayaannya yang luar biasa.

Lula da Silva membuat pernyataan tersebut dalam sebuah wawancara dengan CNNBrasil, yang terbut pada Senin (2/9). Pernyataan ini dilontarkan beberapa hari setelah X dibekukan di negara tersebut, sehingga tidak dapat diakses.

"Sistem peradilan Brasil mungkin telah memberikan sinyal penting bahwa dunia tidak berkewajiban untuk menerima apa pun yang dilakukan oleh Musk yang ekstrem kanan hanya karena dia kaya," kata presiden, dikutip dari CNN.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama akhir pekan lalu, warga Brasil, termasuk sang presiden, mengucapkan selamat tinggal pada X, dengan beberapa dari mereka memposting tautan ke profil mereka di platform media sosial lainnya.

Brasil adalah salah satu pasar yang penting bagi X. Pasar ini cukup terseok dengan hilangnya pengiklan sejak Musk mengakuisisi Twitter dan mengganti nama platform tersebut tahun lalu.

Menurut kelompok riset pasar Emarketer, sekitar 40 juta orang Brasil atau sekitar seperlima dari populasi, mengakses X setidaknya sekali dalam sebulan.

Akses ke X sendiri diblokir setelah Mahkamah Agung Brasil memerintahkan penangguhan X secara nasional, karena Musk menolak menyebutkan nama perwakilan hukum di negara tersebut.

Pengadilan sebelumnya telah mengeluarkan perintah untuk memblokir beberapa akun X sebagai bagian dari investigasi besar-besaran terhadap penyebaran informasi yang salah secara online dan ujaran kebencian yang bertujuan untuk merusak demokrasi di negara tersebut.

Akun-akun yang sebelumnya telah diblokir oleh platform ini atas perintah Brasil termasuk anggota parlemen yang berafiliasi dengan mantan Presiden sayap kanan Jair Bolsonaro dan para aktivis yang dituduh merongrong demokrasi Brasil.

Musk, yang memproklamirkan diri sebagai "penganut paham kebebasan berpendapat", berulang kali menyatakan bahwa tindakan pengadilan tersebut merupakan penyensoran. Argumen tersebut kemudian digaungkan oleh kalangan politik sayap kanan Brasil.