pistol 2d

  • 2024-10-08 01:52:57 Source:pistol 2d

    Browse(99)

pistol 2d,qqzeus,pistol 2d

  • Pasar keuangan RI ada di ujung tanduk karena sentimen negatif hari ini
  • Pertama, Indonesia diperkirakan mengalami deflasi untuk lima bulan beruntun. Artinya daya beli masyarakat masih lemah
  • Kedua, The Fed mengisyaratkan tidak akan buru-buru kembali pangkas suku bunga

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata investor tertuju kepada pengumuman pergerakan Indeks Harga Konsumen (IHK) dan kinerja manufaktur Indonesia karena terkait dengan daya beli masyarakat. Diketahui kedua indikator tersebut melemah pada beberapa bulan terakhir, jika terus berlanjut dikhawatirkan akan melemahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Anda dapat membaca hasil konsensus analis dan ekonom oleh Tim Riset CNBC Indonesia untuk proyeksi IHK dan kinerja manufaktur di halaman tiga.

Jika hasilnya kembali terjadi deflasi dan manufaktur Indonesia tetap berada di zona kontraksi, maka akan membuat pasar keuangan RI berada dalam risiko ditinggalkan investor. Hal ini sudah mulai terjadi dan membuat pasar keuangan memiliki kinerja negatif pada perdagangan kemarin, Senin (30/9/2024).

Baca:
Ada Apa di Balik Ambisi Besar Israel Hancurkan Lebanon?

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambruk lebih dari 2% pada akhir perdagangan Senin (30/9/2024). Hingga akhir perdagangan, IHSG ambruk 2,2% ke posisi 7.527,93. IHSG terkoreksi ke level psikologis 7.500.

Nilai transaksi indeks mencapai sekitar Rp 15,8 triliun dengan melibatkan 24 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Sebanyak 202 saham menguat, 383 saham melemah dan 216 saham cenderung stagnan.

Hampir seluruh sektor terkoreksi kecuali sektor transportasi, bahan baku, dan kesehatan yang masih mampu menguat masing-masing 1,57%, 0,25% dan 0,02%.

Sedangkan dari sektor yang terkoreksi, energi menjadi yang paling parah dan membebani IHSG paling besar yakni mencapai 2,11%.

IHSG yang ambruk terjadi di tengah investor asing yang masih terus melepas saham-saham di RI. Hingga perdagangan akhir pekan lalu, terpantau asing sudah melepas sebanyak Rp 1,16 triliun di pasar reguler.

Bahkan sepanjang pekan lalu, asing tercatat melakukan penjualan bersih (net sell) hingga mencapai Rp 4,31 triliun di pasar reguler.

Asing yang terus melepas saham-saham RI terjadi setelah adanya kabar bahwa pemerintah China akan memberikan stimulus ekonomi untuk beberapa sektor industri.

Dengan adanya kabar ini, maka asing cenderung mengalihkan investasinya dari sebelumnya di Indonesia ke China, karena sektor-sektor di China masih cukup menarik di tambah dengan biaya-biaya yang tergolong murah karena pelonggaran kebijakan ekonomi.

Investor juga cenderung wait and seemenanti rilis data ekonomi terbaru Indonesia, salah satunya yakni data inflasi periode September 2024.

Sementara itu, nilai tukar rupiah alami koreksi di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Melansir Refinitiv,mata uang RI ditutup di angka Rp15.135/US$ pada perdagangan hari ini, Senin (30/9/2024), melemah 0,1% dari penutupan sebelumnya (27/9/2024).

Baca:
Ini Dia BBN Airlines, Maskapai Baru di RI yang Namanya Mirip Taksi

Selain karena sikap wait and see para investor, rupiah melemah dipengaruhi oleh  arus modal asing yang keluar dari pasar domestik semakin memperburuk posisi rupiah.

Berdasarkan data transaksi Bank Indonesia (BI) pada periode 23 hingga 26 September 2024, investor asing tercatat melakukan aksi jual neto sebesar Rp9,73 triliun.

Outflow ini didorong oleh optimisme terhadap stimulus ekonomi di China, yang menarik minat investor asing ke pasar keuangan negara tersebut.

Investor asing tercatat menjual neto sebesar Rp2,88 triliun di pasar saham dan Rp1,30 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), serta Rp5,55 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Dengan meningkatnya ketidakpastian global dan keluarnya modal asing, tekanan terhadap rupiah terus membesar.

Kendati sepanjang tahun 2024 investor asing masih mencatatkan pembelian neto di pasar saham dan SBN, aksi jual dalam beberapa pekan terakhir membuat sentimen negatif terus membayangi pergerakan rupiah.

Indeks S&P 500 berhasil ditutup pada rekor tertinggi setelah pulih dari sedikit penurunan akibat pernyataan Ketua Federal Reserve Jerome Powell yang mengatakan bahwa bank sentral AS tidak terburu-buru untuk melanjutkan pemotongan suku bunga lebih lanjut. Dow Jones juga mencatat penutupan tertinggi sepanjang masa. Ketiga indeks saham utama AS mencatat keuntungan untuk kuartal dan bulan ini.

Dow Jones Industrial Average naik 17,15 poin atau 0,04% menjadi 42.330,15. S&P 500 naik 24,31 poin atau 0,42% menjadi 5.762,48 dan Nasdaq Composite naik 69,58 poin atau 0,38% menjadi 18.189,17.

Baca:
Siap-Siap! Ada Sinyal Kencang Harga BBM Turun Lagi Besok

Untuk bulan ini, S&P 500 naik 2% dan mencatat bulan September terbaik sejak 2013 serta kenaikan lima bulan berturut-turut. Untuk kuartal ini, S&P 500 naik 5,5%, Nasdaq naik 2,6%, dan Dow naik 8,2%.

Dalam sebuah konferensi National Association for Business Economics di Nashville, Tennessee, Powell menyatakan bahwa dia melihat dua pemotongan suku bunga lagi tahun ini, dengan total 50 basis poin, jika ekonomi berkembang sesuai harapan.

"Kebanyakan investor berpikir semua tindakan The Fed sudah diperhitungkan untuk sisa tahun ini. (Namun) saya pikir ada lebih banyak hal tentang The Fed pada 2024 yang mungkin belum kita ketahui," kata Jake Dollarhide, CEO Longbow Asset Management di Tulsa, Oklahoma. "Faktanya, soft landing mungkin benar-benar terjadi."

Awal bulan ini, The Fed memulai siklus pelonggaran baru dengan pemotongan suku bunga sebesar 50 basis poin.

Pedagang memperkirakan peluang sebesar 35% untuk pemotongan suku bunga 50 basis poin pada November, turun dari sekitar 37% sebelum pidato Powell dan 53% pada Jumat, menurut alat FedWatch CME Group.

Indeks S&P 500 sempat turun setelah pernyataan Powell, tetapi pulih menjelang penutupan. Para ahli strategi mengatakan bahwa aktivitas akhir kuartal juga mungkin telah membantu pasar pada akhir hari.

"Kamu mendapatkan perdagangan momentum dan penataan portofolio klasik di akhir kuartal, di mana kamu membeli saham pemenang dan menjual yang kalah," kata Dollarhide.

Baca:
Belajar dari Rote: Sekolah di Perbatasan, Ilmunya dari Penjuru Dunia

Quincy Krosby, kepala ahli strategi global di LPL Financial di Charlotte, Carolina Utara, mencatat bahwa The Fed akan memiliki lebih banyak data untuk ditinjau sebelum pertemuan November.

Laporan ekonomi penting minggu ini termasuk klaim pengangguran dan laporan pekerjaan bulanan.

Saham CVS Health naik 2,4% setelah laporan menunjukkan bahwa hedge fund Glenview Capital Management akan bertemu dengan eksekutif puncak perusahaan kesehatan tersebut untuk mengusulkan cara meningkatkan operasional.

Saham yang naik lebih banyak dari yang turun di NYSE dengan rasio 1,06:1; di Nasdaq, rasio 1,00:1 mendukung saham yang naik.

Indeks S&P 500 mencatat 30 rekor tertinggi baru dalam 52 minggu dan dua rekor terendah baru; Nasdaq Composite mencatat 82 tertinggi baru dan 88 terendah baru.

Volume perdagangan di bursa AS mencapai 12,64 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata sesi penuh 11,93 miliar selama 20 hari perdagangan terakhir.

Pasar keuangan Indonesia akan menghadapi tantangan berat dan rawan terjatuh pada perdagangan hari ini karena deflasi diperkirakan masih akan berlanjut dan kinerja manufaktur.

Sementara itu, kepala bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed mengatakan tidak akan terburu-buru dalam kebijakan suku bunga karena ekonomi yang masih kuat.

Baca:
Besok! Siap-Siap Jokowi Dapat Tamparan Keras Lagi, Mirip Situasi 1998

Siap-siap Deflasi Lima Bulan Beruntun

Indonesia diperkirakan akan mengalami deflasi untuk bulan kelima secara berturut turut pada periode September 2024.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi memperkirakan IHK September 2024 diperkirakan turun atau mengalami deflasi 0,035% secara bulanan (month to month/mtm).

Sembilan dari 12 instansi memperkirakan secara bulanan masih akan tercatat deflasi yang tak jauh berbeda dengan periode sebelumnya yang terpantau deflasi 0,03%. Jika hal ini kembali terjadi, maka Indonesia akan mengalami deflasi lima bulan beruntun.

Sedangkan IHK secara tahunan (year on year/yoy) diperkirakan melandai di bawah level 2% atau tepatnya 1,975%. Angka ini lebih rendah dibandingkan inflasi Agustus 2024 yang sebesar 2,12% yoy.

Jika nantinya terjadi deflasi lagi maka ini akan menjadi catatan terburuk bagi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

Jika IHK kembali mencatat deflasi pada September 2024 maka artinya Indonesia akan membukukan deflasi lima bulan beruntun. Sebelumnya, Indonesia juga sudah mencatat deflasi pada Mei (-0,03%), Juni (-0,08%), Juli (-0,18%), dan Agustus (-0,03%).

Deflasi empat bulan berturut-turut secara bulanan ini pertama kali terjadi sejak 1999 atau 25 tahun terakhir. Artinya, selama Era Reformasi, Indonesia baru mengalami deflasi empat bulan beruntun. Jika deflasi berlanjut pada September 2024 maka catatan ini menegaskan kondisi tahun ini memang tak biasa.

Sebagai catatan, pada 1999 deflasi pernah terjadi dalam delapan bulan beruntun yakni pada Maret (-0,18%), April (-0,68%), Mei (-0,28%), Juni (-0,34%), Juli (-1,05%), Agustus (-0,71%), September (-0,91%), dan Oktober (-0,09%).

Perlu dicatat jika kondisi ekonomi Indonesia pada saat itu sedang carut-marut karena krisis pada 1997/1998.

Deflasi ini memicu kekhawatiran karena bisa menjadi sinyal melemahnya daya beli masyarakat. Terlebih, secara historis, Indonesia lebih kerap mencatat inflasi.

Kepala ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, memperkirakan Indonesia masih akan mengalami deflasi pada September 2024. Deflasi ditopang oleh melandainya harga pangan hingga Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Harga beras cenderung stabil, sedangkan pangan lain masih mengalami deflasi namun dengan penurunan yang lebih kecil daripada bulan lalu seperti daging ayam, daging sapi, telur, bawang putih & merah," tutur Andry kepada CNBC Indonesia.

Deflasi terbesar terlihat di harga cabai merah dan cabai rawit, masing-masing 12% (mom) dan 8% (mom).

Baca:
Cari Kerja Sulit, Warga RI Ramai Kabur ke Luar Negeri Demi Sesuap Nasi

Senada dengan Andry, ekonom Bank Danamon Hosianna Situmorang memperkirakan Indonesia masih akan mengalami deflasi.

"Meski berpotensi masih melanjutkan deflasi, namun secara bulanan deflasinya kita perkirakan semakin menipis, seiring pantauan data konsumsi masyarakat yang sudah inflection ke arah perbaikan," ujarnya.

Dia menambahkan daya beli masyarakat juga membaik seiring berkurangnya dampak biaya pendidikan dan anak sekolah.

Sebaliknya, ekonom Bank Maybank Indonesia, Juniman memperkirakan IHK akan naik atau mengalami inflasi. Kondisi ini dipicu kenaikan harga perhiasan emas, biaya pendidikan, dan rokok. Sementara itu, harga makanan cenderung naik, terutama untuk minyak goreng, daging sapi, telur, bawang, dan bawang putih, namun harga beberapa komoditas seperti beras, daging ayam, cabai, paprika merah, dan kedelai cenderung turun.

PMI Manufaktur Masih di Zona Kontraksi

Kinerja manufaktur RI yang dirilis oleh S&P Global Manufacturing diperkirakan masih berada di zona kontraksi.

Berdasarkan konsensus dari TradingEconomics, PMI Manufaktur RI diperkirakan berada di 49,5. 

Untuk diketahui, PMI manufaktur menggambarkan aktivitas industri pada sebuah negara. Bila aktivitas manufaktur masih kencang maka itu bisa menjadi pertanda jika permintaan masih tinggi sehingga ekonomi cerah.

Namun berbeda halnya jika PMI manufaktur mengalami penurunan yang mengindikasikan jika permintaan cenderung rendah dan berdampak pada perekonomian yang terganggu termasuk tenaga kerja.

Data PMI kerap digunakan untuk memahami ke mana arah ekonomi dan pasar serta mengungkap peluang ke depan. Oleh karena itu, negara dengan PMI manufaktur lebih dari 50 dianggap memiliki industri/manufaktur yang berjalan dengan baik/ekspansif. Ekonomi diperkirakan akan menanjak.

Sementara jika nilai PMI manufaktur kurang dari 50, maka aktivitas manufaktur sedang tidak baik atau dalam kategori kontraksi.

Aktivitas manufaktur Indonesia jatuh dan terkontraksi ke 48,9 pada Agustus 2024. Artinya, PMI Manufaktur Indonesia sudah mengalami kontraksi selama dua bulan beruntun yakni pada Juli (49,3) dan Agustus.

PMI juga terus memburuk dan turun selama lima bulan terakhir. PMI anjlok dari 54,2 pada Maret 2024 dan terus anjlok hingga Agustus 2024.

Jerome Powell: Jangan Buru-buru Turunkan Suku Bunga

Ketua The Fed Jerome Powell menyatakan pada hari Senin bahwa bank sentral AS kemungkinan akan terus menerapkan penurunan suku bunga sebesar seperempat persen ke depannya dan tidak "terburu-buru" setelah data baru meningkatkan kepercayaan terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pengeluaran konsumen.

"Komite ini tidak merasa perlu terburu-buru untuk menurunkan suku bunga dengan cepat," kata Powell dalam konferensi Asosiasi Nasional untuk Ekonomi Bisnis, meskipun Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), yang mengatur kebijakan, memulai siklus pelonggarannya dengan pemotongan suku bunga sebesar setengah persen yang lebih besar dari perkiraan pada pertemuan 17-18 September.

"Kami akan melakukan apa yang diperlukan terkait kecepatan kami bergerak," kata Powell, dalam upaya menjaga inflasi bergerak menuju target 2% Fed sambil mempertahankan tingkat pengangguran yang rendah.


Ketua Federal Reserve Jerome Powell menyatakan pada hari Senin bahwa bank sentral AS kemungkinan akan terus menerapkan penurunan suku bunga sebesar seperempat persen ke depannya dan tidak "terburu-buru" setelah data baru meningkatkan kepercayaan terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pengeluaran konsumen.

"Komite ini tidak merasa perlu terburu-buru untuk menurunkan suku bunga dengan cepat," kata Powell dalam konferensi Asosiasi Nasional untuk Ekonomi Bisnis, meskipun Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), yang mengatur kebijakan, memulai siklus pelonggarannya dengan pemotongan suku bunga sebesar setengah persen yang lebih besar dari perkiraan pada pertemuan 17-18 September.

"Kami akan melakukan apa yang diperlukan terkait kecepatan kami bergerak," kata Powell, dalam upaya menjaga inflasi bergerak menuju target 2% Fed sambil mempertahankan tingkat pengangguran yang rendah.

Namun, terkait diskusi apakah bank sentral AS mungkin menyetujui penurunan besar lainnya untuk mengimbangi penurunan cepat inflasi sejak tahun lalu, Powell mengatakan dasar saat ini adalah dua penurunan suku bunga sebesar seperempat persen hingga akhir tahun ini, seperti yang diindikasikan dalam proyeksi ekonomi terbaru para pembuat kebijakan yang dirilis bulan lalu.

"Jika ekonomi berkembang sesuai yang diharapkan, itu berarti dua kali lagi pemotongan" hingga akhir tahun, dengan total penurunan sebesar setengah persen lagi, katanya kepada hadirin di Nashville, Tennessee.

Komentarnya sangat bergantung pada keyakinan terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, yang didukung oleh revisi data baru-baru ini yang meningkatkan perkiraan pendapatan, pengeluaran, dan tabungan, serta menunjukkan pendapatan domestik bruto (GDI) tumbuh lebih cepat dari yang diperkirakan.

Revisi pada laporan pemerintah tentang GDI telah menghilangkan "risiko penurunan bagi ekonomi dan menunjukkan bahwa pengeluaran dapat terus berada pada tingkat yang sehat," kata Powell.

GDI adalah ukuran alternatif pertumbuhan ekonomi, mirip dengan produk domestik bruto (PDB), tetapi menggunakan pendapatan daripada output sebagai tolok ukur. Kesenjangan antara keduanya sempat membuat pejabat Fed khawatir bahwa output mungkin lebih lemah dari yang diperkirakan, namun keduanya akhirnya bertemu ketika perkiraan GDI ditingkatkan.

Ekonomi "dalam kondisi baik," kata Powell.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. PMI Manufaktur Indonesia (pukul 7.30 WIB)
  2. Presiden memimpin upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila, di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Kota Jakarta Timur.
  3. IHK Indonesia (pukul 11.00 WIB)
  4. Konferensi pers terkait Peluncuran Sistem Nasional Peringatan Dini Kebencanaan (pukul 13.30 WIB
  5. OJK akan menyelenggarakan konferensi pers RDK Bulanan (RDKB) September 2024 (pukul 14.00 WIB)

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB): CBPE, MAPB, TFAS

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan:Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

Next Page Wall Street Menghijau, S&P 500 Catat Posisi Tertinggi Sepanjang Masa
Pages Next